top of page

Review Film Dilan (Lebih ke kesan-kesan,sih)


Cover novel Dilan 1990

Film Dilan diputar di saat yang sangat tepat saat aku sedang dalam kerinduan pada cinta masa SMA. Beberapa waktu belakangan ini aku merasa rindu pada sosok yang mengisi hatiku tahun 2009 dan Dilan adalah puncaknya. Kurasa dari seisi bioskop kala itu, hanya aku yang menitikkan air mata. Ya, pikiranku flashback ke masa SMA. Boncengan motor, main ke rumah, ketemuan di sekolah, dan semua hal yang nggak bisa terulang.

Baik sekian dulu kenangannya. Sekarang kita masuk ke review lebih tepatnya menurutku ini kesan aku saat nonton film Dilan 1990.

Milea adalah karakter the girl next door di sekolah, dia anak baru yang cantik dan polos. Nggak heran Dilan si panglima tempur geng motor penasaran lalu meramal Milea sepulang sekolah.

“Milea, aku ramal besok kita ketemu di kantin.”

Itulah pertama kali Dilan menyapa Milea dengan gayanya yang tengil banget. Milea yang awalnya cuek lama-lama jadi luluh terhadap Dilan. Gimana nggak luluh? Dilan itu ajaib. Masa kasih kado TTS yang sudah diisi semua ke Milea? Belum lagi kata-kata gombal berkelas lain yang bikin senyum-senyum sendiri.

Cuma aku benci Beni, kenapa kasar banget sama Milea? Anak diem begitu dibilang setan, pelacur, gatel, duh, gak pantes banget ya?

Secara keseluruhan film ini nyebelin!

Kenangan masa SMA jadi balik lagi kan? Bagi yang pernah SMA dan punya kisah cinta saat itu pasti baper banget. Apalagi film ini diambil dari kisah nyata jadi rasanya ada nyawa di masing-masing tokoh. Nih kalo Dilan beneran yang nonton pasti seneng banget. Well, itu impian aku sih, kisah cinta aku difilmkan. Ada yang mau?

Kesederhaan. Itu yang aku dapat dari Dilan. Sebelumnya aku suka film yang mewah, setting luar negeri, kaya konflik, hujan air mata, dan klimaks tapi setelah menonton Dilan aku jadi tahu bahwa simplicity is more. Kisah ini sesimpel kisah SMA kita dulu, upacara, salah masuk kelas, ditampar guru, masuk ruangan BP, tawuran, jalan-jalan naik motor itu semua jadi bagian cerita Dilan. Deket banget sama keseharian anak sekolahan. Nggak ada yang dibuat-buat, adegan per adegan serasa realita. Tahu nggak, aku suka sama Bunda, dia perempuan tapi nyetir jeep gede, macho tuh bunda!

Oh iya, nuansa 90an kerasa banget waktu Milea baca novel Olga di angkot. Cuma generasi 90an yang tau siapa Olga.

Dilan 1990 menurutku adalah film based on novel terbaik selama ini. Ceritanya masih sama, hanya sedikit bagian yang diubah mungkin karena durasi tapi nggak melenceng jauh jadi pembaca setia karya milik Ayah Pidi Baiq nggak akan kecewa. Sudah dulu ya, saya lelah nulis tentang Dilan, nanti aku ingat terus sama si Anu cinta SMA. Don’t waste your time, nonton aja filmnya. Bye.

 
Featured Review
Tag Cloud

© 2023 by The Book Lover. Proudly created with Wix.com

  • Grey Facebook Icon
  • Grey Twitter Icon
  • Grey Google+ Icon
bottom of page